Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bongpay Diyakini sebagai Makam Law Pia Ngo, Arsitek Masjid Jamik Sumenep #Bongpay #Diyakini #sebagai #Makam #Law #Pia #Ngo #Arsitek #Masjid #Jamik #Sumenep

Bongpay Diyakini sebagai Makam Law Pia Ngo, Arsitek Masjid Jamik Sumenep

Salah satu ikon besar Sumenep yang paling terkenal yakni Masjid Jamik. Tempat ibadah umat Islam itu tercatat sebagai satu dari sepuluh masjid tertua di Nusantara dengan arsitektur yang sangat khas.

MOH. JUNAIDI, Sumenep, Jawa Pos Radar Madura

MASJID dengan corak arsitektur kebudayaan Tiongkok ini berdiri kukuh, menjadi lambang kebesaran kabupaten ujung timur Pulau Madura. Arsitek pembangunan masjid itu orang Tiongkok yang dikenal dengan nama Law Pia Ngo. Namun, keberadaan Law terus menjadi teka-teki.

Suatu ketika pada 2020, Ibnu Hajar beserta kawannya, Agni Malagina, berupaya melacaknya. Keduanya melakukan napak tilas pada sang arsitek itu. Mereka berusaha mencari jejak-jejak Law Pia Ngo melalui pemakaman-pemakaman Cina yang ada di Kabupaten Sumenep.

Ibnu dan kawannya saat itu mendatangi beberapa lokasi yang terdapat situs dan pemakaman Cina. Mulai dari Dungkek, Lenteng, hingga daerah-daerah lain. ”Dari sekian banyak kuburan Cina, yang paling kuat buktinya ada di Desa Pangarangan, Kecamatan Kota Sumenep,” terang Ibnu saat diajak langsung ke lokasi tersebut Senin (17/1).

Lokasi pemakaman Cina yang diyakini sebagai tempat peristirahatan cucu Law Kunting itu tidak jauh dari pusat kota. Tepatnya, lebih kurang setengah kilometer ke barat dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sumenep.

Jawa Pos Radar Madura (JPRM) mencatat, di kompleks pemakaman itu ada 16 bongpay. Dari tulisannya mudah dikenali bahwa lokasi tersebut mayoritas adalah pemakaman Cina. Sedangkan bongpay yang diduga sebagai kuburan Law Pia Ngo itu berada paling utara dan sedikit tertutupi semak belukar.

Selain bongpay yang diyakni sebagai makam Law Pia Ngo, tertulis informasi berupa nama dengan bahasa Indonesia. Hanya bongpay Law yang bertulis huruf Cina. ”Itu berarti, bongpay ini tertua di antara 15 bongpay lainnya,” papar Ibnu.

Ibnu yakin bahwa bongpay itu adalah kuburan Law Pia Ngo. Pada bongpay tertera tahun yang masih satu masa dengan pembangunan Masjid Jamik Sumenep. ”Di nisan itu tertulis bahwa Law Pia Ngo meninggal 1785. Ini masih satu masa dengan pembangunan Masjid Jamik, 1779, dan tuntas pada 1787,” ungkapnya.

Literatur menyebutkan, pembangunan Masjid Jamik Sumenep dimulai pada 1779 M dan selesai pada 1787 M. Masjid di jantung kota ini kali pertama dibangun pada masa Panembahan Sumala yang memerintah pada 1762 hingga 1811 M.

Keyakinan Ibnu semakin kuat ketika tahu bahwa tulisan pada bongpay itu menyebut Liu Yu San. Menurut dia, dalam bahasa Hokkian bisa sebut juga Lauw Giok San. ”Juru kunci makamnya juga menyebut bahwa itu Law Pia Ngo,” tegasnya.

Konon, salah satu kebiasaan orang Tiongkok suka mengganti nama ketika berpindah tempat tinggal. Ibnu menduga, Law ketika pindah dari Batavia ke Sumenep memang mengganti namanya.

Meski demikian, Ibnu mengklaim kebenaran bongpay itu. Lebih baik, kata dia, dilakukan riset untuk memastikan. Terutama dengan sudut pandang arkeologi. ”Saya bukan arkeolog. Saya hanya membuka pintu, terutama bagi para ahli, agar nanti bisa diketahui kebenarannya,” ujar budayawan itu.

Di samping itu, keyakinan Ibnu Hajar semakin mantap ketika didatangi keturunan keenam dan ketujuh Law Pia Ngo, yakni Inneke dan Yuli. Keduanya datang ke Sumenep pada Sabtu (15/1) untuk mengunjungi bongpay tersebut.

Keluarga salah seorang keturunan Law itu meyakini bahwa itu nisan leluhurnya yang berjasa besar bagi Sumenep, merancang keberadaan tempat ibadah umat Islam dengan arsitektur yang sangat unik. Bahkan, mampu menjadi simbol keberagaman masyarakat Bumi Sumekar ini.

”Keturunan Law itu bilang akan merawat dan membersihkan nisan tersebut. Seperti saya, mereka juga yakin itu adalah Law Pia Ngo,” katanya.

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumenep Tadjul Arifien menuturkan, Law Pia Ngo merupakan cucu Law Kun Ting. Ia kemudian menerima mandat dari adipati Sumenep ke-30 yang memerintah 1762–1811 untuk membangun keraton dan masjid agung.

Law Kun Ting adalah salah satu dari enam orang Tiongkok yang lari dari pembantaian Belanda di Batavia (Jakarta) pada 1740 M. Law Kun Ting, kata Tadjul, masuk ke Sumenep melalui pesisir Dungkek.

Menurut Tadjul, keberadaan seorang legendaris Law Pia Ngo yang meninggal 250 tahun lalu masih menjadi misteri. Penemuan bongpay yang diperkuat berdasar anak indigo belum bisa dipastikan kebenarannya.

Hal itu, bagi dia, mengingatkan pada kisah kuburan Diponegoro, yang konon ditemukan melalui petunjuk mimpi seorang peziarah. Akibatnya fatal, bahkan tidak benar. ”Itu menurut pengamatan para ahli,” tambah Tadjul.

Dia bersama timnya akan mencoba melakukan kajian sesuai dengan kriteria keberadaan bongpay kuno. Baik dari bentuk, model, bahan, maupun hanzi atau prasasti yang menyertainya.

”Yang pertama bisa dilihat dari bahan apa, pakai semen atau tidak. Kalau pakai semen, berarti itu bangunan baru karena semen masuk ke Sumenep sekitar 1936 Masehi. Bentuknya apa sudah mewakili zamannya, motifnya apa masuk kekunoan atau kekinian, dan sebagainya,” tandasnya. (*/luq)

#Bongpay #Diyakini #sebagai #Makam #Law #Pia #Ngo #Arsitek #Masjid #Jamik #Sumenep